Kamis, 24 April 2008

Dominasi Semu Inggris

Bila FIFA dan UEFA membuka pintu transfer pemain asing untuk tim nasional, Inggris tak akan pernah absen di kejuaraan Piala Dunia dan Piala Eropa. Sinis atau sarkasme? Situasi di semifinal Liga Champion 2007/08 menjadi penyebab.

Sebanyak 25% pemain asli Inggris tampil membawa Manchester United, Liverpool, dan Chelsea berlaga di perempatfinal. Tiket ke semifinal didapat. Tapi, sebandingkah keberadaan mereka dengan total 88 orang yang terlibat sebagai starter dalam perjalanan tiga klub tersebut?

Musim ini, untuk keempat kalinya Inggris berhasil menempatkan wakilnya di partai final. Salah satu dari Liverpool dan Chelsea akan menantang pemenang Man. United vs Barcelona.

Inggris mendominasi Eropa? Tak ada penegasan ketika pertanyaan berlanjut ke tim nasional. Bahkan, ketika warga Inggris, Steve McClaren, gagal membawa The Three Lions ke Euro 2008, federasi sepakbola mereka mencari sang pengganti ke luar negeri.

Fabio Capello, orang Italia, memenangkan hati petinggi FA, mengalahkan Jose Mourinho (Portugal) dan Marcello Lippi (Italia). Terlepas dari permainan tarik-ulur yang diperagakan Mourinho, Don Fabio menjadi England manager asing kedua setelah Sven-Goran Eriksson (2001-06).

Februari lalu, David Conn, penulis buku The Football Business: Fair Game in the ‘90s dan The Beautiful Games: Searching the Soul of Football, punya sindiran pedas. Ia mengajak kita menelaah angka 30 sebagai milik pria Inggris yang beraksi untuk 20 klub Premier League.

Apakah pesepakbola Inggris tak cukup bagus untuk bermain di klub-klub Premier League? Atau manajemen klub yang tak memberi mereka kesempatan? Jangankan di rumah orang, di negara sendiri pemain Inggris tak mendapat peluang mencari pengalaman.

Adakah Man. United, Liverpool, dan Chelsea di semifinal layak disebut mewakili Inggris? Mewakili klub, ya, tapi sebagai representatif sepakbola Inggris?

Dalam perkembangan terbuka dunia sepakbola sekarang ini, masihkah ada keresahan melihat minimnya pemain dan pelatih Inggris di negara sendiri?

“Siapa pun dia, dari mana pun dia, selama mengenakan kostum kebanggaan di lapangan, ia mewakili kami.” Inilah ungkapan yang mengikis makna kehadiran sepakbola di awal perkembangannya.

Carlos Alberto, kapten Brasil di Piala Dunia 1970, pernah mempertanyakan kemampuan insan sepakbola Inggris mengontrol gelombang kehadiran pemain asing. “Saya ingin melihat lebih banyak pemain Inggris di Liga Champion,” begitu ujarnya November tahun lalu.

Kalau kita mundur 30 tahun, sosok Kevin Keegan pernah menjulang dan terpilih sebagai Pemain Terbaik Eropa 1978 dan 1979 semasa membela Hamburg, klub Jerman. The Mighty Mouse adalah bukti keberhasilan pesepakbola Inggris menyita perhatian klub asing.

Pria Inggris yang sukses di pentas Eropa bersama klub luar negeri? Steve McManaman memberi contoh ketika bersama Real Madrid menjuarai Liga Champion 2000 dan 2002.

Owen Hargreaves, meski tidak dibesarkan di Inggris, setidaknya memperlihatkan pesepakbola negara “God Save the Queen” itu punya kapasitas setara dengan pria-pria asing yang kini menguasai klub-klub Inggris. Ia membela Bayern Muenchen mengalahkan Valencia di final LC 2001.

Masih ingat The Three Musketeers milik Marseille? Chris Waddle, bersama Jean-Pierre Papin dan Abedi Pele, membawa Marseille ke final Piala Champion 1991.

Panggung elite antarklub Eropa itu juga mengenal John Charles (1947-62) dan David Platt (1992-93) bersama Juventus serta Gary Lineker di Barcelona (1986-89).

Tapi, kini jangankan di luar negeri, pria-pria Inggris semakin tersingkir di rumah sendiri. Ironis!

Tidak ada komentar:

Template by : inbox2008.blogspot.com
Free Software